Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Buku Ayat-ayat yang Disembelih. Sejarah Banjir Darah Kyai, Santri dan Penjaga NKRI oleh Aksi-aksi PKI

 


Resensi buku Ayat-Ayat yang disembelih. Banjir. Darah Kiayi, Santri dan Pejuang NKRI oleh PKI. Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) bulan September 1965 PKI melakukan kudeta yang dikenal dengan Gestapu (Gerakan tiga puluh malam satu).

Apa yang kamu ingat saat bulan September tiba? Hujan? Atau mungkin kekeringan yang yang mencapai puncaknya. Namun, ada satu diantara beribu kenangam tentang bulan ini yaitu pemutaran film G30S/PKI pada tanggal 30 September malam satu October.

Ayat-ayat yang disembelih merupakan salah satu buku yang berisi tentang kesaksian orang-orang yang menyaksikan tentang kekejaman PKI semenjak tahun 1926-1967. 

Judul Buku: Ayat-Ayat yang Disembelih
Pengarang: Anab Afifi dan Thowaf  Zuharon
Penyunting: Joko Intarto
Penyelaras bahasa: Acep Yonny
Pemeriksa Aksara: R. Toto Sugiharto
Lukisan Sampul: Hardiyono
Desain Grafis: Nanang Saifudin
Penerbit:
JL Raya Kebayoran Lama No 12,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan
12210

Sebelum membahas buku ini, saya yang kebetulan lahir dan tinggal di daerah Madiun tentu sejak dahulu sudah sering mendengar cerita tentang aksi-aksi yang dilakukan PKI dari ibu, kakek dan orang-orang tua lainnya. Saat terjadi Gestapu tahun 1965, usia ibu saya masih 10 tahun, jadi belum begitu mengingat jelas kondisi saat itu. Yang ibu saya ingat adalah bahwa ditempat kader-kader PKI sering diadakan pertunjukan, dengan salah satu lagu andalan mereka adalah Genjer-Genjer. Namun, yang menonton pertunjukan tersebut hanya orang-orang yang bergabung dengan PKI saja. Sementara warga dusun lain memilih tinggal di rumah masing-masing. 

Tujuan Penulis Ayat-Ayat yang Disembelih

"Buku ini hanya ingin bercerita kepada setiap mata dan telinga di mana pun mereka berada. Bahwa berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada bangsa Indonesia oleh para pengkhianat, sudah terjadi sejak bulan-bulan awal Negara Indonesia ini berdiri pada 17 Agustus 1945.

Para pengkhianat yang telah melakukan bertumpuk-tumpuk pelanggaran HAM kepada masyarakat Indonesia, ternyata didominasi oleh orang-orang yang tergabung dan terafiliasi dalam Partai Komunis Indonesia (PKI). Orang-orang dan partai berlambang palu arit ini, telah 
berulang kali mencoba melakukan kudeta berdarah sejak negara Indonesia berdiri.
Mereka terlalu nyata melakukan berbagai kekejian yang membuat darah manusia banjir di mana-mana, hingga membuat anyir 45 cerita di buku ini. Begitu banyak saksi hidup melihat dengan mata kepala sendiri, berbagai kekejian PKI yang telah berlangsung sejak tahun 1945."


Banyak buku dan artikel yang sudah menulis tentang aksi kejam PKI semenjak tahun 1926 atau sebelum Indonesia mendapatkan kemerdekaan hingga partai ini dilarang tahun 1968. Dan buku Ayat-Ayat yang disembelih ini juga berisi tentang kekejaman PKI berdasarkan pengakuan dari para nara sumber yang menyaksikan secara langsung aksi PKI pada waktu itu. Ada 40 nara sumber dari berbagai daerah yang membagikan kisah mereka di buku ini.


Pada bab awal buku ini berkisah tentang aksi PKI di Tegal dan sekitarnya pada penghujung tahun 1945 atau beberapa bulan setelah Indonesia Merdeka. Di daerah ini ada pemuda PKI bernama Kutil yang menyembelih seluruh pejabat pemerintahan di sana. Kutil juga melakukan penyembelihan besar-besaran di Brebes dan Pekalongan. Dia juga mengarak Kardinah (adik kandung R. A Kartini) keliling kota dengan sangat memalukan. Beruntung ada seseorang yang menyelamatkan sesaat sebelum Kardinah di eksekusi oleh Kutil.

Bergerak ke timur yaitu daerah Madiun dan Sekitarnya. Pada tanggal 19 September 1948, Muso menyatakan dirinya sebagai presiden sebuah negara komunis bernama Republik Soviet Indonesia di Madiun. Sebelum pendeklarasian tersebut beberapa hari sebelumnya Muso telah memerintahkan tentaranya untuk menculik para kyai di wilayah sekitar Madiun, Magetan, Ponorogo, Ngawi beserta orang-orang yang menentangnya, termasuk para aparat dan pejabat pemerintah.

Para kyai dan para pejabat tersebut dikumpulkan di tempat tertentu untuk dieksekusi dengan cara yang sangat keji. Ada yang disembelih, dibakar hidup-hidup, dipukuli kemudian dimasukkan ke dalam sumur yang sempit dalam keadaan masih hidup. Tempat-tempat untuk eksekusi itu berada di Sumur Cigrok, Loji pabrik gula Rejosari, Sumur Soco, Kresek dan tempat-tempat lain yang digunakan untuk membantai para kyai dan masyarakat yang menentang PKI.

Monumen Soerjo(sumber foto rri.co.id)


Bahkan Gubernur Soerjo juga dibantai dengan sangat keji bersama dua ajudannya oleh PKI.  Waktu itu gubernur pertama jawa timur tersebut baru saja pulang dari menghadiri pertemuan di Yogyakarta. Sampai daerah Ngawi bertemu dengan anggota PKI, gubernur dan dua ajudannya ditangkap dan dilucuti pakaiannya, kemudia diikat dan ditarik menggunakan kuda puluhan kilometer. Maka, sekiranya teman-teman melewati daerah Ngawi, sekiranya ada waktu bisa singgah di Monumen Soerjo, yang ada di Jalan Raya Ngawi-Solo kilometer 19. Tepatnya di desa Pelanglor, Kedunggalar, Ngawi untuk mendoakan beliau dan mengingat kekejaman PKI.

Selain di daerah yang disebutkan di atas, aksi kejam PKI juga terjadi di Banyuwangi, Kyai pondok Pesantren Tremas, Kediri, Blitar dan daerah-daerah lainnya.

Mungkin banyak yang bertanya kenapa PKI begitu kejam membantai orang-orang yang tidak sepaham dengan keinginan mereka. Hal ini disebabkan oleh ajaran atau doktrin dari partai komunis Internasional. Muso sewaktu melarikan diri ke eropa dididik oleh Stalin untuk tega menghancurkan agama, padahal Muso sendiri berasal dari keluarga pesantren yang kuat didikan agamanya. 

Muso sangat menghayati ayat-ayat keji komunis dari Vladimir Ilich Ullyan Lenin(1870-1924) yang mengatakan,"Saya suka mendengarkan musik yang merddu, tetapi di tengah-tengah revolusi sekarang ini yang perlu adalah membelah tengkorak, menjalankan keganasan dan berjalan dalam lautan darah. Dan tidak jadi soal bila ¾ penduduk dunia habis, asal yang ¼ itu komunis. Untuk melaksanakan komunisme, kita tidak gentar berjalan di atas mayat 30 juta orang.

PKI menganut asas persamaan, sama rasa dan sama rata. Untuk itulah PKI membuat gerakan Ganyang Tujuh Setan Desa. Yang dimaksud tujuh setan desa adalah tuan tanah, lintah darat, tengkulak, tukang ijon, kapitalis birokrat, bandit desa dan pengirim zakat. Pengirim zakat disini adalah umat islam tentu saja kyai dan para santrinya.

Untuk itulah pada waktu itu banyak terjadi perampasan tanah oleh PKI bagi yang memiliki tanah melebihi undang-undang. Terjadi juga perampasan harta benda yang lain oleh PKI. Padahal harta benda dan tanah yang dirampas tersebut banyak yang berasal dari kerja keras pemiliknya. Tetapi, PKI mengklaimnya atau merampasnya karena melebihi aturan.

Hingga akhirnya PKI melakukan kudeta pada tanggal 30 September 1965 dengan menculik dan membunuh enam jendral dan satu perwira. Beruntung Angkatan bersenjata kita langsung sigap dan segera mengambil alih kembali pemerintahan. Hingga berujung PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia.

Buku ini sempat menjadi perdebatan oleh berbagai kalangan karena isinya. Tetapi menurut saya biasa buku ini bagus karena mengungkapkan fakta sejarah yang disaksikan langsung oleh orang-orang yang mengetahui aksi PKI.

Buku yang juga bagus dan recommended untuk dibaca adalah Aroma Karsa. Buku fiksi terbaru karya Dee Lestari.

Menurut almarhum kakek saya, dahulu PKI itu memang ada dan sasaran musuhnya adalah para kyai dan santri. Di desa saya ada bebarapa orang yang bergabung dengan PKI. Berhubung kakek saya hanya seorang petani biasa dan memang tidak mau waktu itu saat diminta bergabung dengan Barisan Tani Indonesia (organisasi binaan PKI). Jadi, beliau terlepas dari aksi kejam PKI.

Menurut ibu saya, dahulu ditempat anggota PKI sering diadakan pertunjukan. Tetapi, orang diluar PKI tidak ada yang berani menonton. Menurut ibu, suasana yang mengerikan itu sewaktu aksi pembersihan anggota PKI. Sehabis Maghrib pintu-pintu sudah ditutup dan tidak ada yang berani keluar. Saat malam ada orang lewat depan rumah semuanya diam, karena takut horang tersebut akan mampir dan mengetuk pintu. Karena jika hal tersebut terjadi, pasti di dalam rumah tersebut ada anggota PKI yang akan dijemput untuk dieksekusi. Maka, banyak waktu itu orang-orang yang tergabung dengan PKI telah melarikan diri sebelum para penjemput itu datang. 

Tempat tinggal saya hanya beberapa ratus meter dari bengawan Madiun. Menurut ibu saya, pada waktu itu saat kesungai di pagi hari air sungai berwarna merah oleh darah. banyak mayat terapung. 

Dari buku ini kita bisa megetahui bahwa PKI itu kejam dan tidak bertuhan. Demi mencapai tujuannya, mereka melakukan apa saja termasuk membunuh dan menyiksa orang-orang yang tidak sepaham dengan asas mereka.

Kenapa komunisme tidak sesuai dengan negara kita? Karena asas komunisme sama rata tersebut tidak sesuai dengan negara kita. Asas tersebut akan menguntung pihak yang berkuasa saja sementara rakyat hanya akan menderita. Seberapa pun giat bekerja akan sia-sia karena asas sama rasa dan sama rata tersebut.
 












2 komentar untuk "Resensi Buku Ayat-ayat yang Disembelih. Sejarah Banjir Darah Kyai, Santri dan Penjaga NKRI oleh Aksi-aksi PKI "

  1. Serem, mbak. Aku lewat jalan ke kresek aja, auranya masih mengerikan. Jalan yg konon dipakai utk membawa para kyai untuk dieksekusi.

    Terus katanya tempat pembantaian itu baru ditemukan setelah saksi mata angkat bicara, dua puluh tahun kemudian. Itu pun nunggu salah satu eksekutornya mati, baru dia bisa bicara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mbak, daerah sekitar monumen itu hawanya juga serem.
      Di Bengawan Madiun, sungai dekat rumah saya menjadi tempat untuk eksekusi anggota PKI, ditempat-tempat tertentu hawanya juga lain rasanya.

      Hapus