Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebait Doa untuk Bapak

Foto : Pinterest

Semenjak kecil saya memang tidak begitu dekat dengan bapak. Karena sifat bapak yang cenderung keras dan sering memarahi ibu itulah antara lain penyebabnya.

Hingga saya menikah hubungan saya dengan bapak tetap sama saja. Termasuk kemarahan pada ibu  masih juga dilakukan. Jika anak-anak yang salah, bukannya anak-anak yang dimarahi, melainkan ibu yang kena marah karena dianggap salah mendidik. Sebagai sesama wanita tentu saja, saya tidak terima ibu diperlakukan seperti itu.

Sebenarnya bapak saya seorang pekerja keras. Selain sebagai petani di lahan sendiri, saat itu orang tua juga mempunyai usaha peternakkan ayam dengan omzet lumayan. Hal  ini tentu saja membuat masalah ekonomi bukan masalah bagi orang tua saya. Keuangan sepenuhnya memang dipegang ibu. Sementara bapak meminta hanya untuk sekedar keperluan beliau.

Namun, krisis ekonomi global waktu berimbas ke usaha keluarga mulai limbung yang akhirnya runtuh juga. Hal ini tentu saja berimbas kepada keuangan keluarga. Yang sebelumnya berasal dari dua sumber menjadi satu sumber pemasukkan. Hal  ini memang sangat berat bagi kami sekeluarga. Bapak seolah-olah tidak terima kalau usahanya runtuh. Dan yang selalu disalahkan adalah ibu.

Lama kelamaan sifat bapak yang suka marah-marah mulai berkurang. Seiring saya dan kakak sudah mandiri secara finansial dan keinginan bapak yang bisa dituruti oleh anak-anaknya.

Meski sudah tua beliau tetap ke sawah untuk sekedar melihat-lihat. Karena untuk pengerjaan sudah ada tenaga yang membantu. Beliau hanya sekedar mengawasi dan melihat kondisi tanaman saja.

Sekitar tahun 2012, bapak mulai sakit-sakitan. Namun bukan sakit yang parah. Mungkin juga faktor usia. Setelah periksa ke dokter dan minum obat, sakit beliau berkurang. Namun, pertengahan tahun 2013 bapak mengeluh sakitnya tidak berkurang. Akhirnya, saya putuskan untuk check- up total. Saat itu awal-awal puasa Ramadhan. Hasil check-up semua normal, hanya sedikit masalah di paru-paru beliau. Lalu dokter spesialispun menulis resep untuk diminum.

Sejak saat itu bapak mulai minum obat dari dokter spesialis. Pada waktu itu kebetulan anak saya belum katam Al Qur'an. Jadi setiap selesai sholat maghrib saya wajibkan dia untuk membaca Al-Qur'an satu atau dua halaman. Setelah menyimak bacaan anak, kemudin saya membaca Al-Qur'an sendiri. Waktu itu tiap saya dan anak mengaji, bapak selalu mendekat. Saya pikir beliau ingin melihat televisi  yang memang terletak di luar kamar saya.

Kira-kira masuk 10 hari Ramadhan berakhir, kondisi bapak ngedrop dan harus dirawat di rumah sakit selama 3 hari. Alhamdulillah saat lebaran sudah di rumah. Kebiasaan bapak mendekat saat saya mengaji itu terus berlangsung. Kondisi bapak saat itu memang lemah, tapi masih bisa untuk berjalan. Setiap saya tanya kondisinya bagaimana, beliau sudah sehat, beliau hanya bilang jika tenaganya seperti hilang. Saat itu saya hanya bilang pelan-pelan nanti kan tenaganya pulih lagi.

Hingga di suatu sore di akhir bulan Syawal, ibu berteriak keras, bapak saat itu sudah lemas. Dan, akhirnya beliau pergi selama-lamanya neninggalkan kami sekeluarga.

Terus terang baru pertama kali itu saya mengalami kehilangan orang terdekat secara langsung. Hanya tangis dan penyesalan tidak bisa mengetahui kalau beliau mendekat setiap baca Al Qur'an itu adalah hari-hari terakhir beliau. Menyesal karena belum bisa membahagiakan beliau di akhir hayatnya.

Saat ini yang bisa  saya lakukan adalah berusaha menjadi isteri yang sholehah sehingga bisa menghantarkan bapak ke surga-Nya. Amin. Karena tiga amalan manusia yang tidak akan terputus adalah ilmu yang dimanfaatkan, sedekah jariah dan anak sholeh yang mendoakannya.

Dan di setiap selesai sholat fardu kupanjatkan sebait doa untuk bapak semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau.  Beliau dijauhkan dari siksa kubur, diberi lapang kubur serta kelak di hari akhir bisa berkumpul dengan para sahabat nabi. Amin.


#Tantangan
#D3
#onedayonepost
#ODOPbatch5


6 komentar untuk "Sebait Doa untuk Bapak"