Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar Hidup dari Sejarah Bangsa


Lahir dan dibesarkan di daerah basis pemberontakkan PKI tahun 1948 di Madiun Jawa- Timur. Membuat saya sedikit  tahu tentang sejarah pada masa pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965, dari orang-orang yang mengalaminya secara langsung, yaitu dari  kakek-nenek dan orang tua saya. Bahkan saya juga sempat mendapatkan kisah mereka sejak zaman pendudukan penjajahan belanda dan  penjajahan jepang. 

Sekitar  tahun 1940-an atau pada masa pendudukan penjajahan Belanda, kakek saya sebagai mana pemuda kampung lainnya pada masa itu, ikut atau tepatnya dipaksa kerja rodi untuk membangun bendungan dan jalan. Saat itu kakek saya bertugas mengantar ransum makananan untuk pekerja rodi lainnya. Tak jarang beliau harus berjalan puluhan kilometer untuk tugas itu. Pekerjaan ini berlanjut hingga masa penjajahan Jepang. Beliaupun juga ikut kerja romusha. Hingga masa kemerdekaan, baru kerja paksa itu selesai.

Pada masa pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 yang di pimpin oleh Muso, di daerah sayapun ada beberapa penduduk yang ikut terlibat menjadi anggota PKI. Namun, kakek saya dan saudara-saudaranya memilih untuk tetap menjadi petani biasa. Mengerjakan sawah dan memelihara binatang ternak. Pada masa itu menurut kakek saya, memang terjadi penculikan terhadap kiai dan para santri. Mereka para santri dan kiai dibunuh dan mayatnya dimasukkan sumur, kemudian sumur tersebut di tutup dengan tanah. Sama persis seperti kejadian di sumur lubang buaya. Lokasi sumur ini jaraknya kurang lebih 5 kilo meter dari tempat tinggal saya. Suasana desa saat itu berubah mencekam, sehabis matahari tenggelam tidak ada yang berani keluar rumah. Hingga pemberontakkan PKI 1948 berhasil ditumpas.

Kemenangan organisasi PKI dalam pemilu pertama tahun 1955, membuat organisasi ini bangkit kembali. Baik di pusat maupun di daerah, anggota organisasi ini mulai aktif mensosialisasi masyarakat untuk menambah anggota organisasi. Menurut ibu saya, dahulu sebelum meletus pemberontakkan PKI tahun 1965( saat itu merupakan masa anak-anak ibu), di rumah anggota PKI sering diadakan pertunjukan berupa tari-tarian dan nyanyian. Dan nyanyian yang sering dinyanyikan adalah lagu Genjer-Genjer. Entah kenapa PKI memilih lagu ini disetiap pertunjukkan mereka. Hingga sebutan Genjer-genjer identik dengan PKI.

Suasana mencekam seperti tahun 1948 kembali terulang  pada tahun 1965. Saat PKI melakukan kudeta. Baik dipusat maupun daerah, anggota PKI kembali melakukan aksi lagi yaitu menculik para alim ulama dari pondok pesantren. Darah kembali mengalir di berbagai tempat. Beruntung pemberontakkan ini bisa segera dipadamkan oleh TNI.

Meski pemberontakan PKI berhasil dipadamkan bukan berarti suasana desa saat itu bisa langsung kembali pulih. Setelah pemberontakkan berhasil dipadamkan, dilakukan pembersihan terhadap anggota PKI sampai akar-akarnya. Masa inilah menurut ibu saya paling menakutkan. Semua penduduk desa diam tidak ada yang berani bicara. Begitu matahari tenggelam, pintu rumah langsung ditutup. Tidak ada  suara dan lampu yang menyala selama malam hari( Pada masa ini anggota PKI ataupun yang hanya ikut-ikutan akan dijemput paksa dirumah, untuk diadili). Bukan karena tidak ada minyak tanah tetapi karena takut rumah itu akan diketuk dan keluarga mereka akan dijemput.

Penduduk akan bernafas lega saat matahari mulai terbit, dan peristiwa berdarah itu telah terjadi. Di sungai yang  berjarak 300 meter dari tempat saya yaitu Bengawan Madiun telah terjadi penjagalan terhadap anggota PKI dan anteknya. Hingga sungai saat itu mengalir darah, tubuh tanpa kepala mengambang di sungai tersebut. Dan babak baru kehidupanpun dimulai lagi.

Semenjak kecil saya sudah melihat pemutaran film G30SPKI setiap tanggal 30 September malam. Dan, dahulu 1 Oktober kalender berwarna merah. Meskipun merah tapi semasa sekolah selalu diadakan upacara memperingati  Hari Kesaktian Pancasila. Meskipun dahulu setiap tahun melihat film G30S PKI, namun tidak pernah ada bayangan untuk meniru perbuatan mereka. Malah yang terbayang di benak kami (anak-anak masa itu) adalah rasa kasihan dan kenapa orang-orang  itu begitu sadis membantai orang lain seperti itu. Dan seperti biasanya orang tua kami dan guru-guru kami dahulu akan menjelaskan cerita di film itu kepada kami beserta sejarah yang menghubungkan dengan peristiwa tersebut.

Hingga beberapa tahun lalu, film G30 SPKI tidak diijinkan diputar kembali karena dianggap film itu merupakan film rekayasa untuk menjatuhkan golongan tertentu. Rekayasa itu kalau kejadian dalam film itu hanya terjadi di satu daerah saja. Tetapi kalau kejadian yang sama juga terjadi diberbagai daerah  dalam  waktu bersamaan, apakah itu masih dikatakan rekayasa.

Tidak perlu menutupi sejarah, apalagi berusaha untuk menghapusnya. Karena setiap masa pasti mengukir kisah tersendiri. Dengan mengetahui sejarah bangsa akan menumbuhkan rasa nasionalisme. Semakin dini mengajarkan anak tentang sejarah bangsa akan semakin cinta anak-anak itu terhadap negara Indonesia. Dengan media film atau cerita akan merangsang anak untuk bertanya. Dan sejak kecil mereka sudah tahu bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia memperoleh kemerdekaannya dengan tetesan darah dan air mata.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan. Jas Merah (jangan melupakan sejarah) karena kita besar berawal dari kecil.  Sejarah sebagai pembelajaran bangsa, supaya apa yang dahulu pernah terjadi tidak sampai terjadi lagi. Mari kembali bersama  memahami Pancasila sebagai dasar negara supaya kerukunan tetap terjalin di bumi nusantara.


#HariKesaktianPancasila
#PancasilakuSakti

Posting Komentar untuk "Belajar Hidup dari Sejarah Bangsa"